PENDIDIKAN KEBUDAYAAN ANAK MINANG DIRANTAU

Pendidikan Budaya Minangkabau

Orang Minangkabau sedang berada di persimpangan jalan. Persimpangan antara masa lalu dan masa kini. Maju sulit, mundurpun susah. Godaan masa kini dan masa depan, yang digerakkan oleh kekuatan kapitalisme global, telah menggoda cukup banyak orang Minang.

Godaan ini tidak saja dialami anak-anak mudanya, tetapi juga melanda banyak orang tua. Ada yang telah hijrah, dan berjalan meninggalkan “rumah budayanya” yang bernama adat Minangkabau. Sekali-sekali mereka kembali lagi menengok masa lalunya, tetapi mereka telah jauh berjalan. Mereka seperti orang yang berdiri di pematang sawah, sambil membayangkan dirinya mencangkul di lumpur yang basah.

 

Memang himbauan “masalalu” untuk “kembali” cukup nyaring terdengar. Kadang-kadang bergema keseluruh negeri. Ada kecemasan orang Minangkabau tidak lagi menjadi “orang Minang”. Ia mungkin telah menjadi “orang lain”? Malin Kundang yang pulang kampung, tidak lagi si Malin yang dulu pergi. Ia telah berubah. Dan memang harus berubah. Dunia yang membesarkannya tidak lagi tradisi “surau” yang mendidik banyak laki-laki Minang. Ia tumbuh dalam alunan gelombang. Berkembang di antara kota-kota pantai yang kosmopolitan. Hidup dalam keragaman budaya dunia. Masa lalu baginya, adalah sebuah kenangan.

 

Mengamati kehidupan budaya Minangkabau dewasa ini, mungkin persis seperti melihat orang yang berada di persimpangan jalan. Dalam dekade terakhir, kita begitu sering mendengar, melihat dan mengalami, upaya-upaya untuk menjadikan kembali adat (budaya) Minangkabau sebagai identitas kultural yang harus melekat pada diri orang Minangkabau.

 

Di sekolah, di sekolah Budaya Alam Minangkabau (BAM) telah lama pula diajarkan. Banyak buku BAM yang telah dicetak. Banyak pelatihan guru BAM yang telah diselenggarakan. Pendidikan adat Minangkabau terus diupayakan. Hasilnya? Jauh panggang dari api. “Malin Kundang kebudayaan” terus saja lahir dan semakin lama mereka semakin besar.

 

Namun harapan untuk menjadikan kembali adat Minangkabau sebagai  identitas kultural belum juga dapat diwujudkan. Anak-anak mudanya mungkin lebih senang jalan-jalan ke mall, dan mengikuti trend mode yang berkembang demikian cepatnya. Tarikan masa depan jauh lebih menggoda. Masa lalu yang dipresentasikan dalam kehidupan adat semakin jauh tertinggal. Kapitalisme global kelihatannya jauh lebih berkuasa dan menggoda. Adat dan budaya Minangkabau hanya tinggal dalam pepatah-petitih.

 

Gelombang demi gelombang telah mendera orang Minangkabau. Setiap gelombang mendorong perubahan. Pergolakan PRRI telah menorehkan krisis kultural orang Minangkabau. Kekuasan sentralistik Orde Baru, telah menggeser cara pandang orang Minangkabau terhadap kebudayaannya. Kapitalisme global telah mendorong orang Minangkabau menjadi lebih pragmatis.

 

Siapakah yang salah? Mungkin tidak ada yang salah. Situasi zaman yang melanda orang Minangkabau dewasa memang cukup kompleks. Guru-guru BAM mungkin tidak salah, karena mereka hanyalah bagian dari sebuah sistem pendidikan yang telah didisain secara sentralistik.

 

Paradigma pendidikan budaya kita memang belum sepenuhnya memberikan ruang yang cukup bagi sebuah proses pendidikan budaya yang memihak pada eksistensi budaya lokal. Apa lagi jika dikaitkan dengan prinsip-prinsip pendidikan budaya yang sesuai dengan budaya lokal tersebut, seperti pendidikan adat dan budaya Minangkabau.

Pendidikan budaya, seyogianya tidak bisa sama dengan pendekatan pendidikan bidang sosial lainnya, apa lagi dengan bidang pendidikan eksakta. Jika kita lihat paradigma keilmuan yang melekat pada guru-guru BAM, atau guru kesenian yang ada di lembaga pendidikan sekolah, pada umumnya adalah paradigma keilmuan Barat.

 

Contoh yang paling mudah dapat kita lihat dari paradigma pendidikan kesenian yang telah dikembangkan selama ini di lembaga pendidikan sekolah kita. Pendefinisiannya berdasarkan prinsip kesenian yang hidup di Barat. Kategorisasi kesenian seperti teater, seni rupa, musik dan tari, adalah pendefinisian menurut keilmua Barat, dan sudah pasti tidak akan dapat membangun apresiasi budaya tradisi yang ada dalam khasanah kebudayaan Minangkabau.

 

Dalam kebudayaan Minangkabau, pendefinisian dan kategorisasi seperti itu tidaklah dikenal. Semua cabang kesenian yang dikategori menurut keilmuan Barat ini, tidaklah dikenal, karena semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sebagai contoh dapat kita berikan, seperti randai. Randai dalam pemahaman kebudayaan Minangkabau, adalah sebuah bentuk kesenian yang di dalamnya ada tari, teater, sastra, musik, dan kesemuanya itu tidak bisa dilihat atau dikaji secara parsial. Semuanya merupakan sesuatu yang utuh.

 

Dengan paradigma keilmuan “orang luar” ini tidak mungkin prinsip-prinsip dan nilai-nilai adat dan budaya lokal seperti Minangkabau dapat diapresiasi secara baik oleh siswa. Paling jauh, adat dan budaya tersebut hanya menjadi pengetahuan saja. Pengetahuan yang tidak menjadi prilaku pastilah tidak akan menjadi kebudayaan. Dengan demikian, adat dan budaya Minangkabau (BAM) yang diajarkan melalui lembaga pendidikan formal kita hanya akan berhenti sampai menjadi pengetahuan, dan tidak akan hidup sebagai sebuah prilaku sosial, seperti diharapkan dari ajaran adat kita.

 

Tidak ada jalan lain, kita harus mencari dan menemukan sebuah paradigma baru pendidikan budaya kita, terutama untuk pendidikan budaya Minangkabau. Kita harus mencari modul yang tepat. Menyusun materi yang sesuai, dan mengembangkan sebuah metodelogi yang cocok dengan prinsip-prinsip adat Minangkabau.

 

NORMA SERTA SEJARAH BUDAYA MELAYU

MELAYU DAN BUDAYA

Jika kita membuka polemik berhubung budaya Melayu, pasti penghujahannya tidak akan berkesudahan. Bermula dengan orang mempersoalkan makna atau definasi bagi perkataan “Melayu”. Terlalu banyak teori berlegar disekitar perkataan itu. Mujurlah ia telah diringkaskan oleh Perlembagaan negara. Jika tidak, argumentasi pasti tidak mengenal noktah. Teori-teori ini bukanlah tidak memiliki asas kukuh untuk diterima pakai. Malahan golongan ini turut menjadikan teks Sejarah Melayu sebagai sumber rujukan penting dalam mengenal “Melayu”. Sejarah Melayu memang banyak mengungkapkan sesuatu yang berharga walaupun ia kerap bergelimangan dengan unsur-unsur fantasi dan mitos hingga menjejaskan nilai pensejarahannya.

Mungkin tidak keterlaluan jika ditegaskan bahawa pengasingan antara Melayu dengan Melayu Proto ialah pengamalan Islam dalam kehidupan masyarakat yang pada awalnya mengamalkan budaya hindu, animisme dan pelbagai unsur jahiliah lainnya. Representasi Islam sebagai prinsip asas memperlengkapkan definisi Melayu sebagai Melayu. Dengan hujahan ini maka apa-apa yang selain dari lingkungan ini mungkin secara umumnya disebut sebagai masyarakat Nusantara (yang semestinya pelbagai) yang kebetulan wujud dan berkembang-biak di rantau itu.

Kekuatan dan kebangkitan “Melayu” itu sendiri berakar-umbi pada agama Islam yang berkembang di rantau ini. “Alam Melayu” atau “Masyarakat Malaysia” yang digunakan silih berganti dengan Nusantara pada amnya adalah subjek yang serupa. Beda cuma pada bunyi dan ejaannya sahaja. Perkembangan Islam yang merentasi dunia sebelah sini telah menamatkan dominasi empayar-empayar hinduisme Srivijaya, Gangganegara dan Singasari.

walaupun begitu, budaya-budaya hindu, buddisme dan animisme yang datang lebih awal masih mengental pada sesetengah suku-kaum yang mengakibatkan corak budaya Melayu di peringkat awal berbaur dengan unsur-unsur tahyul, mistik dan non-Islamik. Perkara ini jelas tergambar dalam teks Sejarah Melayu. Hanya sesudah merdeka kita berpeluang menilai semula mutu budaya dan konsep Melayu yang coba dibangunkan kembali.Ini merupakan suatu tragedi yang amat menyayat hati. Kecuali segelintir kelompok Islam warisan kesultanan di selatan Mindanao, hampir keseluruhan kepulauan bahagia timur dan utara negara tersebut telah berjaya dikristiankan oleh Sepanyol dan diperkukuhkan oleh Amerika Syarikat sebelum memerdekakan negara tersebut sebagai negara nasrani (walaupun pada asalnya ia sebahagian dari Alam Melayu).

Dapat dipastikan bahwa dari dulu hingga sekarang masyarakat Melayu telah menggunakan bahasa lisan untuk melestarikan budaya adat, lebih-lebih lagi kalau itu berupa petuah yang ingin dialihkan kepada orang lain, misalnya generasi berikutnya. Daya ingat menjadi sangat penting dan sangat dihargai dan diusahakan seperti dikatakan dalam bait-bait pantunMelayu. Hingga kini pun sastra lisan masih dilestarikan di Semenanjung Malaysia, khususnya dalam berbagai upacara adat. Menurut A. Aziz Deraman (2003), adat budaya Melayu disampaikan secara lisan. Dalam peristiwa-peristiwa ini tradisi lisan dapat dikatakan merupakan penjabaran dari pandangan hidup dan tata ajaran orang-orang Melayu. Aziz memperkirakan bahwa kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu didasarkan pada adat dan agama Islam yang secara turun temurun harus dijaga kelestariannya. Karena itu, kehidupan budaya masyarakat Melayu itu menjadi tetap, sehingga dalan pelisanannya tidak lagi akan terjadi perubahan.
Struktur sosial yang ada didalam masyarakat Melayu memang erat kaitannya dengan tata religi mereka, yang akhirnya norma hidup utama, seperti kehidupan yang dijalani oleh ornga Melayu – yang diajarkan kepada anak-anak yang menjadi dasar bagi warga komunitas bersangkutan untuk tujuan alih generasi. Karena sangat kuatnya kepercayaan terhadap budaya adat warisan leluhurnya.

ADAT ISTIADAT SUKU DAYAK

KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum),Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.

Upacara Tiwah

Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.

Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).

Dunia Supranatural

Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan Mangkok merah.

Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya

KEBUDAYAAN DAN ADAT ISTIADAT SUKU SUNDA

Kebudayaan dan adat istiadat Suku Sunda

Suku Sunda adalah suatu suku etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,
Indonesia, dari Ujung Kulon yang berada di ujung barat pulau Jawa sampai sebagian
Jawa Tengah. Suku bangsa yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku lainnya adalah Suku Jawa yang banyak dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat.

Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan
bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Maka dari itu saya akan mendeskripsikan kebudayaan tersebut.

1.     SISTEM KEPERCAYAAN

Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk memelihara keseimbangan alam semesta.Keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong).Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, adalah cerita Lutung Kasarung,
salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam dunia untuk memelihara kehidupan manusia. Dan ini mungkin bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan kabar baik kepada mereka.

2.     MATA PENCAHARIAN

Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atau
hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Maka dari itu mereka semua hidup bersama-sama terus menerus sampai seterusnya. Tetapi ada pula yang mengajak sanak keuarganya untuk pergi bersama-sama ke kota besar tempat dia tinggal.

3.     KESENIAN

sisingaan adalah suatu jenis kesenian tradisional atau seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk hajatan. Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-acara khusus seperti, menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan kegiatan hari- hari besar lainnya.

Dan tarian tradisional suku sunda adalah jaipong, tari jaipong biasanya di adakan pada acara-acara pernikahan atau acara-acara besar yang di adakan oleh pemeritahan. Tarian ini sangat disukai oleh masyarakat sunda apalagi kaum pria dewasa.

 

 

Pengaruh Imperialisme Barat Terhadap Kebudayaan Indonesia

Pengaruh Imperialisme Barat Terhadap Kebudayaan Indonesia

Imperialisme menonjolkan sifat-sifat keunggulan oleh satu bangsa atas bangsa lain. Tujuan utama imperialisme adalah menambah hasil ekonomi.Negara-negara imperialis ingin memperoleh keuntungan dari negeri yangmereka kuasai karena sumber ekonomi negara mereka tidak mencukupi. Selain faktor ekonomi, terdapat satu kepercayaan bahwa sebuah bangsa lebih mulia ataulebih baik dari bangsa lain yang dikenal sebagai ethnosentrism, contoh bangsaJerman (Arya) dan Italia. Faktor lain yang menyumbang pada dasar imperialismeadalah adanya perasaan ingin mencapai taraf sebagai bangsa yang besar dan memerintah dunia, misalnya dasar imperialisme Jepang.

A.Imperialisme di Indonesia

Imperialisme sistem politik yang bertujuan untuk menjajah Negara lain untuk mendapat kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar. Maksudnya Negara yang dijajah tersebut di ambil alih kendali pemerintahannya lalu dikembangkan.Istilah  imperialisme  yang  diperkenalkan  di  Perancis  pada  tahun  1830-an  , imperium  Napoleon  Bonaparte.  Pada  tahun  1830-an,  istilah  ini  diperkenalkan  oleh penulis Inggris untuk menerangkan dasar-dasar perluasan kekuasaan yang dilakukan oleh  Kerajaan  Inggris.  Orang  Inggris  menganggap  merekalah  yang  paling  berkuasa(Greater  Britain)  karena  mereka  telah  banyak  menguasai  dan  menjajah  di  wilayahAsia  dan  Afrika.  Mereka  menganggap  bahwa  penjajahan  bertujuan  untukmembangun  masyarakat  yang  dijajah  yang  dinilai  masih  terbelakang  dan  untuk kebaikan dunia.

Dasar imperialisme awalnya bertujuan untuk menyebarkan ide-ide dankebuadayaan Barat ke seluruh dunia. Oleh karena itulah, imperialisme bukan hanya dilihat sebagai penindasan terhadap tanah jajahan tetapi sebaliknya dapat menjadi faktor pendorong pembaharuan-pembaharuan yang dapat menyumbang kearah pembinaan sebuah bangsa seperti pendidikan, kesehatan, perundang-undangan dan sistem pemerintahan.

Tujuan imperialisme:
1. Imperialisme politik; menguasai seluruh kehidupan politik dari negara lain.
2. Imperialisme ekonomi; satu upaya menguasai seluruh kehidupan ekonomi dari negara lain.
3. Imperialisme kebudayaan; upaya menguasai mentalitas dan jiwa dari negara lain.
4. Imperialisme militer; upaya untuk menguasai daerah dari negara lain yang dianggap strategis dengan menggunakan kekuatan senjata.

b.Wujud Pengaruhnya terhadap Kebudayaan Indonesia

Pengaruh yang dibawa oleh imperialism barat ke Indonesia tidak hanya mempengaruhi bidang-bidang tertentu saja, tetapi mempengaruhi juga system kehidupan bermasyarakat khususnya dalam bidang budaya.Kita ambil contoh budaya-budaya di Indonesia yang ada sekarang karena itu yang lebih banyak digunakan oleh masyarakat adalah hasil dari imperialism.

 

KEBUDAYAAN SUKU BATAK

Kebudayaan suku batak

Batak adalah salah satu suku yang terdapat disumatra utara. Mereka adalah orang-orang kuat,cerdas, dan keras.mereka memiliki budaya yang kuat dan mempunyai persatuan yang  kokoh. Dimana pun orang batak berada mereka selalu membentuk persatuan dan rasa solidaritas mereka sangat tinggi. Ini karna kebudayaan batak yang mengajarkan seperti itu.Orang batak pun mempunyai harga diri yang tinggi. Mereka tidak akan pernah mau mengemis untuk meminta sesuatu. Mereka adalah pekerja keras. Mereka berani untuk mengadu nasib dikota besar. Mereka mampu menguasai perekonomian suatu daerah. Dimana pun batak tinggal,mereka pasti punya usaha untuk membangun dirianya agar lebih maju.

 

Kebudayaan batak,perkawinan dan kekerabatan

Kebudayaan batak khususnya perkawinan,memiliki tradisi yang kental.menurut tradisi perkawinan budaya batak,orang batak hanya bisa menikah dengan orang batak yang berbeda klan. Maksudnya, orang batak yang akan menikah harus mencari pasangan hidup yang marganya berbeda.Namun, jika orang batak menikah dengan bukan orang batak lagi, dia harus terlebih dahulu diadopsi oleh suatu marga batak.sementara itu, untuk prosesi pernikahannya, menurut kebudayaan batak,pernikahan orang batak dilakukan di gereja karena mayoritas suku batak beragama kristen.

Dalam pernikahan adat batak, seluruh warga mempelai menggunakan kain kebanggaansuku batak, yaitu ulos.dalam sistem kekerabatan budaya batak yang berdomisili didaerah pedalaman atau daerah pedesaan disebut huta atau kuta. Penyebutan huta atau kuta tersebut menurut istilah batak karo.Dalam kebudayaan batak, umumnya, satu huta ditempati satu keluarga yang berasal dari marga yang sama.selain itu, adapula sistem kekerabatan lainnya,yaitu kelompok kekerabatan  yang disebut marga teneh . marga teneh adalah sekelompok pariteral yang merupakan keturunan pendiri dari kuta. Marga itu terkait oleh simbol-simbol atauunsur-0unsur budaya batak, misalnya nama marga.Namun, bisa dikenali dari marga batak atau nama belakang yang melekat pada orang tersebut

 

 

UPACARA ADAT MASYARAKAT MINANG (PARIAMAN)

UPACARA ADAT MASYARAKAT MINANG

(PARIAMAN)

Ada yang unik di tanah Pariaman setiap satu tahun sekali, tepatnya pada 10 Muharram pada kalender Islam. Hari tersebut merupakan hari yang spesial mengingat dilaksanakannya tradisi yang sudah turun temurun dilaksanakan di tanah Pariaman yakni Upacara Tabuik.

Tabuik yang dasarnya berasal dari sebuah kata dari bahasa Arab yakni ‘tabut’ yang berarti mengarak merupakan sebuah tradisi masyarakat yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Upacara yang diselenggarakan pada hari Asura atau 10 Muharram ini merupakan sebuah peringatan atas peristiwa Perang Karbala yang dibawa oleh penganut Syiah dari Timur.

Upacara Tabuik merupakan rangkaian acara yang sangat meriah. Setiap masyarakat Sumatera Barat khususnya Pariaman selalu menantikan datangnya acara ini. Sebelum Tabuik dilaksanaka, beberapa hari sebelumnya masyarakat melakukan beragam persiapan seperti membuat aneka makanan, kue-kue tradisional dan Tabuik itu sendiri. Di masa ini pula masyarakat melaksanakan ritual puasa.

Tabuik itu sendiri selain sebagai nama upacara, juga merupakan komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya menyerupai binatang berbadan kuda dan berkepala manusia dengan proporsi tegap dan memiliki sayap.  Dalam kepercayaan Islam, Tabuik tersebut sebagai gambaran dari Buraq yang dipercaya sebagai kendaraan Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.

Upacara  adat masyarakat pariaman

Tabuik

Pada punggung Tabuik sendiri, terdapat tongak setinggi 15 meter. Tabuik kemudian dihias dengan warna merah dan warna-warna lainnya yang memberi efek meriah. Satu buah Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya 40 orang. Di belakang Tabuik terdapat rombongan pengiring dengan busana tradisional yang membawa alat perkusi berupa aneka gendang. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang tersebut memainkan silat khas Minang. Mereka beraksi dengan diiringi tetabuhan dari gendang.

Kedua Tabuik tersebut diarak menuju ke pantai setempat untuk di ‘serahkan” ke laut. Saat matahari terbenam arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik tersebut dibawwa ke pantai yang selanjutnya dilarung kelaut. Hal tersebut dipercaya sebagai ritual buang sial . Selain itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit dengan membawa segala jenis arakannya.

Selain menjadi sebuah tradisi yang terus menerus dijaga kelestariannya, Upacara Tabuik telah menjadi agenda tahunan Pemerintah Daerah setempat. Upacara ini juga menjadi simbol budaya sekaligus pariwisata yang menjadi daya tarik setiap wisatawan. Selain itu, Upacara Tabuik ini juga sebagai kebanggaan masyarakat Pariaman yang juga turut memperkaya kebudayaan Indonesia.

KEBUDAYAAN MINANG

Kebudayaan minang

Masyarakat Minang adalah masyarakat yang sudah terbiasa hidup bermasyarakat. Kekerabatan mereka terpelihara dengan baik. Jauh dari silang sangkato. Masyarakat yang menganut system musyawarah mufakat. Sesuai dengan pepatah-petitih :

Dalam masyarakat Minangkabau, pantun dan pepatah-petitih merupakan salah satu bentuk seni persembahan dan diplomasi yang khas. Pada umumnya pantun dan pepatah-petitih menggunakan bahasa kiasan dalam penyampaiannya. Sehingga di Minangkabau, seseorang bisa dikatakan tidak beradat jika tidak menguasai seni persembahan. Meski disampaikan dengan sindiran, pantun dan pepatah-petitih bersifat lugas. Di dalamnya tak ada kata-kata yang ambigu dan bersifat mendua. Budaya pepatah-petitih, juga digunakan dalam sambah-manyambah untuk menghormati tamu yang datang. Sambah-manyambah ini biasa digunakan ketika tuan rumah (si pangka) hendak mengajak tamunya makan. Atau dalam suatu acara pernikahan, ketika pihak penganten wanita (anak daro) menjemput penganten laki-laki (marapulai).

Duduk surang basampik-sampik
Duduk basamo balapang-lapang
Duduk baiyo, tagak bamolah
Bulek aie dek pambuluah
Bulek kato dek mufakat
Tambilang samo tatagak
Jahe samo bahelo

Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi kitabullah hanyalah tinggal slogan. Urang Minang tidak lagi segan. Tidak lagi menjaga nama Mamak, Kaum, Suku, Nagari, dan sebagainya. Begitu juga sebaliknya. Mamak, Penghulu dan pembantu-pembantunya dengan berbagai alasan tidak lagi memperhatikan perilaku anak kemenakannya.
Padahal orang Minang serta daerahnya memiliki banyak keunggulan yang merupakan potensi luar biasa yang apabila dikembangkan akan membuat etnis Minang tampil beda dari yang lainnya.
Minangkabau terkenal dengan Serambi Mekkahnya. Pembentuk Dai dan Ulama yang disegani sebagai penyebar agama Islam. Urang awak juga dikenal mempunyai sumber daya manusia cerdas yang masih sangat bisa untuk dikembangkan.
Alam minang yang sangat indah memiliki potensi yang sangat besar sebagai daerah wisata yang bernilai jual tinggi. Apalagi ditambah dengan nilai adat yang sangat luhur sebagai penuntun moral dan etika dalam pergaulan.
Orang yang menganggap adat Minang “kuno’ sebenarnya tidak tahu dengan adat Minang itu sendiri. Adat Budaya Minangkabau merupakan falsafah hidup orang Minang yang dapat menuntun perilaku warganya menjadi orang yang disenangi dalam pergaulan dan mampu menjadi penggerak dalam lingkungannya.
Urang Minang adalah masyarakat yang hidup dalam kebersamaan. Semua itu terlambang dari Rumah Gadang yang merupakan bangunan kebanggaan urang awak.

Rumah Gadang

“ Rumah Gadang di Minangkabau melambangkan hidup bersama, tujuan bersama, lambang kebudayaan yang harus dibanggakan dan dipelihara. Dalam Rumah Gadang terkandung nilai-nilai sangat berharga yang mencerminkan pandangan hidup masyarakat minang, kerukunan yang dija;in oleh raso, pareso, malu dan sopan sesama anggota keluarga. Rumah Gadang tempat pembinaan usia dini, pembinaan pribadi seseorang untuk dapat menghayati budi pekerti, moral, etika yang luhur dan tinggi.” (Rangkaian Mustika Adat Basandi Syaraj di Minangkabau, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu )

TRADISI UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT MINANG

Tradisi upacara pernikahan masyarakat minang

Tradisi perhelatan pernikahan menurut adat Minangkabau yang lazimnya melalui sejumlah prosesi, hingga kini masih dijunjung tinggi untuk dilaksanakan, yang melibatkan keluarga besar kedua calon mempelai, terutama dari keluarga pihak wanita.
Awalnya hanya digunakan oleh orang-orang di daerah Padang-Pariaman. Tetapi kini juga dipakai oleh semua anak daro urang Minang. Demikian juga dengan malam bainai dan tata cara menginjak kain putih, yang juga awalnya hanya digunakan di beberapa daerah tertentu di Sumatra Barat. Berikut adalah tradisi dan upacara adat yang biasa dilakukan baik sebelum maupun setelah acara pernikahan:

1. MARESEK

Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu matrilineal, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria Prosesi bisa berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.

2. MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR TANDA)

Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini melibatkan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak.  Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.

3. MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN

Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih. Calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya.

4. BABAKO-BABAKI

Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya).

5. MALAM BAINAI

Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita dengan baju tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.

PENGARUH AGAMA ISLAM TERHADAP WUJUD BUDAYA DINEGARA INDONESIA

Agama Islam merupakan Agama yang universal, yang tidak hanya membawa ajaran tentang Ibadah (ajaran tentang sholat, haji, puasa,dll), Munakahah (ajarang tentang pernikahan), Mua’malah (ajaran tentang jual beli), Jinayat(ajaran tentang hukumpidana) atau Thaharoh(ajaran tentang wudhu’, tayammum Dll), tetapi islam juga membawa ajaran tentang kebudayaan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalamnya. Sehingga islam juga banyak mempengaruhi budaya-budaya terdahulu yang kebanyakan nyeleweng dari ajaran Islam.

Pengaruh Islam di Bidang Bahasa

Pada awalnya bahasa melayu digunakan sebagai bahasa perdagangan yang banyak digunakan di bagian barat kepulauan Indonesia.Tapi seiring perkembangan awal Islam, bahasa Melayu pun memasukkan sejumlah kosakata Arab ke dalam struktur bahasanya.Selain itu, terjadi sedikit modifikasi atas huruf-huruf Pallawa ke dalam huruf Arab, dan ini kemudian dikenal sebagai huruf Jawi.

Sejak zaman dulu kalender  Jawa sudah banyak dipengaruhi oleh budaya Islam. Nama-nama bulan yang digunakan tetap 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi Islam). Sehingga penyebutan nama bulan mengacu pada bahasa Arab seperti Sura (Muharram atau Assyura dalam Syiah), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Selo (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah).

Bahasa Arab semakin signifikan di abad ke-18 dan 19 di Indonesia, di mana masyarakat nusantara lebih familiar membaca huruf Arab ketimbang Latin.Bahkan, di masa kolonial Belanda, mata uang ditulis dalam huruf Arab Melayu, Arab Pegon, ataupun Arab Jawi. Tulisan Arab pun masih sering diketemukan sebagai keterangan dalam batu nisan.

Pengaruh Islam di Bidang Pendidikan

Salah satu wujud pengaruh Islam yang lebih sistemik secara budaya adalah pesantren.Fenomena pesantren sendiri sebetulnya telah berkembang sebelum Islam masuk.Pesantren saat itu menjadi tempat pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk, kurikulum dan proses pendidikan pesantren diambilalih Islam.

Pada dasarnya, pesantren adalah sebuah asrama tradisional pendidikan Islam.Siswa tinggal bersama untuk belajar ilmu keagamaan di bawah bimbingan seorang Kyai.Asrama siswa berada di dalam kompleks pesantren di mana kyai berdomisili. Dengan kata lain, pesantren dapat diidentifikasi adanya lima elemen pokok yaitu: pondok, masjid, santri, kyai, dan kitab-kitab klasik (kitab kuning).

Pengaruh Islam di Bidang Arsitektur dan Kesenian

1. Masjid

Masjid pada awalnya dibangun pasca penetrasi Islam ke nusantara cukup berbeda dengan yang berkembang di Timur Tengah.Salah satunya tidak terdapatnya kubah di puncak bangunan. Kubah digantikan semacam meru, susunan lima tiga atau lima tingkat, serupa dengan arsitektur Hindu. Masjid Banten memiliki meru lima tingkat, sementara masjid Kudus dan Demak tiga tingkat. Namun, bentuk bangunan dinding yang bujur sangkar sama dengan budaya induknya.

Perbedaan lain, menara masjid awalnya tidak dibangun di Indonesia. Menara dimaksudkan sebagai tempat mengumandakan adzan, Peran menara digantikan bedug sebagai penanda masuknya waktu shalat.Setelah bedug atau tabuh dibunyikan, mulailah adzan dilakukan.

2. Pusara / makam

Makam adalah lokasi dikebumikannya jasad seseorang pasca meninggal dunia.Setelah pengaruh Islam, makam seorang berpengaruh tidak lagi diwujudkan ke dalam bentuk candi melainkan sekadar cungkup. Lokasi tubuh dikebumikan ini ditandai pula batu nisan. Nisan merupakan bentuk penerapan Islam di Indonesia.Nisan Indonesia bukan sekadar batu, melainkan terdapat ukiran penanda siapa orang yang dikebumikan.

3. Seni Ukir

Ajaran Islam melarang kreasi makhluk bernyawa ke dalam seni.Larangan dipegang para penyebar Islam dan orang-orang Islam Indonesia.Sebagai pengganti kreativitas, mereka aktif membuat kaligrafi serta ukiran tersamar.Misalnya bentuk dedaunan, bunga, bukit-bukit karang, pemandangan, serta garis-garis geometris.Termasuk ke dalamnya pembuatan kaligrafi huruf Arab.Ukiran misalnya terdapat di Masjid Mantingan dekat Jepara, daerah Indonesia yang terkenal karena seni ukirnya

4. Seni Sastra

Seperti India, Islam pun memberi pengaruh terhadap sastra nusantara.Sastra bermuatan Islam terutama berkembang di sekitar Selat Malaka dan Jawa.Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan sastra Hindu-Buddha.Sastrawan Islam melakukan gubahan baru atas Mahabarata, Ramayana, dan Pancatantra. Hasil gubahan misalnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya, Hikayat Seri Rama, Hikayat Maharaja Rawana, Hikayat Panjatanderan. Di Jawa, muncul sastra-sastra lama yang diberi muatan Islam semisal Bratayuda, Serat Rama, atau Arjuna Sasrabahu. Di Melayu berkembang Sya’ir, terutama yang digubah Hamzah Fansuri berupa suluk (kitab yang membentangkan persoalan tasawuf).Suluk gubahan Fansuri misalnya Sya’ir Perahu, Sya’ir Si Burung Pingai, Asrar al-Arifin, dan Syarab al Asyiqi.

Sedangkan tradisi dan praktek yang sering menjadi lahan perubahan dengan masuknya islam ke Indonesia, antara lain  : pengobatan, berocok tanam, perdagangan, kesenian, upacara keagamaan, hingga sosial kemasyarakatan, dan bahkan pemerintahan.

Pada zaman dahulu orang berobat itu sering menggunakan cara-cara yang tidak baik, bercocok tanam dengan mengorbankan hewan ternak agar hasilnya bisa melimpah ruah, perdagangan dengan cara-cara yang tidak terpuji untuh mendaptkan labah yang banyak, dan masih banyak lagi kebudayaan yang berubah dengan masuknya Agama islam ke Indonesia.Dll.